Assalamu'alaikum warohmutullahi wabarokaatuh

Transparan dalam Layanan - Maksimal dalam Keberkahan Insya Allah

Rabu, 28 Juli 2010

MENGUMPULKAN KEBERKAHAN QURBAN

Pasar QUrban, adalah kumpulan keberkahan yang terburai setiap kali datang hari raya qurban.

Tak sedikit bencana & penyesalan yang panjang merundung hampir setiap orang yang terlibat dialur seremonial ibadah qurban.

Berawal dari peternak yang menyiapkan ternaknya dengan kasih sayang dan harapan kelak ternaknya menjadi hewan qurban yang sempurna. Yang terjadi setelah ternaknya berangkat ke Jakarta adalah bayangan suatu hari setelah hari raya Idul Adha akan datang tengkulak menghantarkan segepok uang sebagai pembayaran jerih payahnya menyiapkan hewan qurban selama hampir setahun, ada kekhawatiran apakah pembayaran kali ini akan seperti tahun lalu, karena berbagai alasan harus maklum akhirnya menerima pembayaran seharga anak kambing yang disiapkan untuk qurban tahun ini. tapi...................

Tapi harapannya tak kunjung nyata karena sang tengkulak terpaksa menginap di rumah pedagang hewan qurban di Jakarta tempat dia memasok dan mempercayakan dagangannya, berhari-hari, berminggu-minggu bahkan tak ada batas waktu yang jelas kapan pembayaran akan dia terima. Kembali tampa uang berarti cercaan, cemoohan dan barisan peternak kecil yang akan berbaris diemperan rumahnya menunggu solusi pelunasan. Menjual motor, mobil, gelang kalung emas yang biasa dipakai Istri dan sebidang tanah yang biasa ditanami, semua harus direlakan atau bermuka tembok, berkepala batu yang siap dengan haru biru amarah saudara, tetangga yang semula akrab dengan janji-janji mesra.

Pedagang Ecer diJakarta ini tak beda dengan temannya yang lain, saling menyeringai ketika berpapasan sebagai tanda pelepas sumpek bagaimana cara menyelasaikan pembayaran yang menjadi tanggung jawabnya. Uang kurang kambing masih tersisa dikandang, padahal dihari-hari terakhir sebagian kambing sudah diobral dibawah harga pokok dengan harapan rugi kecil tak mengapa mungkin masih bisa ditutup dengan keuntungan besar dari penjualan normal diawalnya. penjualan normal marjinnya bisa 50 % dari harga jual, terkadang lebih, tergantung sebodoh apa pembelinya.

Barang yang dia pajang dibeberapa masjid ternyata tak semuanya habis, yang ia tunggui dipinggir jalanpun masih bersisa, alhasil biaya pakan menjadi bertambah setiap hari untuk mempertahankan nyawa ternak sisa dagangannya, upah pegawai yang terhutang harus pula dikeluarkan, sewa tempat dan hutang makanan di warteg harus juga di lanasi dan fatalnya kambing-kambing yang tersisa makin hari menjadi tambah buruk kondisinya.

Tak tersedia kandang yang layak hanya alakadarnya dibawah terpal yang berisik ketika angin bertiup dan hujan, bocor disana-sini karena kontruksi atap tak semestinya sehingga air hujan berkumpul disatu sisi yang tak berpenyangga dan byurr.. kambing dan tumpukan rumput basah semua. Panas sinar matahari yang bergatian dengan tiupan angin saat malam datang, memaksa kambing-kambing merenung, "apa salahku dan kamana akau harus mengadu ?"

Termenung dihari-hari panjang yang getir, sebagian ternak akhirnya dijual kepejagal karena tak mampu lagi menopang badannya untuk berdiri, dengan harga alakadarnya, sebagian sudah lebih dulu dipotong dan dibagikan ketetangga yang sebagian tetangga menolah karena aroma anyir daging kambing yang dipotong dalam kondisi stres, sebagian yang lain terpaksa dikubur karena pisau terlambat datang saat nyawanya meregang. Sebagian yang lain terpaksa harus bersiap kembali ke kampung setelah pedagang berputar-putar keseantero Jakarta mencari pembeli yang bisa memberi harga setengah modal, sepertiga modal atau bahkan seperempatnya padahal ada tambahan bonus boleh bayar tempo.

Di pihak pe-qurban ternyata uang yang dikeluarkan sangat besar, tahun 2009 kemarin sebagian pekorban membeli dengan harga lebih dari Rp 60.000,-/Kg hidup yang hasil dagingnya 0,25 Kg jika dipotong dalam kondisi gemuk, sementara harga daging kambing disaat yang sama hanya Rp 55.000,-/Kg. Karena tak melakukan penimbangan berat hidupnya dan tak punya kemampuan menaksir hasil, maka yang terbayang hanya kecurigaan "kehilangan daging !!", "masak kambing seratu ekor hanya jadi daging sekian bungkus, kemana lainnya ?" sambil menaruh curiga kepada orang-orang miskin yang dengan sukarela membantu kelancaran kerja, sorotan curiga makin tajam kepada abang becak dan pengojek yang membantu paruh waktu karena harus menghantarkan penumpang langganan dijam pulang sekolah dan kantor. Hal ini terjadi hampir setiap tahun di bulan yang sama yaitu Idul Adha.

Sedemikian besar pengorbanan umat Islam sehingga untuk mendapatkan 1 Kg daging qurban harus menebus dengan harga Rp 150.000,- sementara disaat yang sama Harga daging hanya Rp 60.000,-/Kg. ini berarti yang sampai ketangat yang berhak menerima juga sangat sedikit.

Kenapa demikian borosnya umat Islan dalam berqurban ?

Distribusi ternak itu kuncinya.Bila peternak membeli bibit Rp 27.000/ Kg hidup, kemudian membesarkan dan menjual ke tengkulak Rp 30.000,-/Kg hidup. Selanjutnya dengan menanggung susut, biaya pengepakan dan pengiriman sampai di Jakarta Rp 35.000/Kg Hidup yang disampaikan kepada pedagang, maka Rp 40.000/Kg Hidup merupakan haga sangat bagus yang harus dikeluarkan pequrban.

Resiko besar, peternak tak mau dibawa ternaknya dengan pembayaran tempo kecuali dengan harga lebih tinggi Rp 33.000/Kg hidup. Tengkulak tetap mengambil karena pinjaman uang akan membebani nilai yang sama dan prosesnya lebih rumit. harga sampai kepedagang tentulah meningkat jadi Rp 38.000/kg hidup. hasil akhirnya yang semestinya Rp 43.000/Kg hidup sampai kekonsumen ternyata harus di mark-up tinggi-tinggi karena resiko yang besar.

Biaya promosi, sewa lahan, keamanan, resiko susut, hilang & mati, calo sana-sini dan yag paling besar adalah barang kembali atau tak laku terjual, karena barang datang ke Jakarta dengan tidak ada kepastian pembelinya.
Ada saatnya menjual mencari untung sehingga harganya melambung, ada saatnya obral impas-impasan dan ada saatnya menjual rugi kecil-kecilan, pokoknya barang habis.

Pasar Qurban


Kami ada untuk memberikan sebuah solusi.